PADDUPPA TO POLE

"DECENG ENRE'KI RI BOLA, TE' JALI TE' TAPPERE"
ungkapan inilah kiranya yang pantas saya ucapkan untuk menyambut segala niat baik saudara (i) yang mengunjungi blog ini. Semoga segala kebaikan tercurah kedalam jiwa para manusia yang tidak pernah melupakan kebudayaannya.

Duami uwala sappo,
Wunganna panasae,
Na belo-belona kanukue.

[Dua saja pagarku,
bunga nangka,
dan cat kuku.]


Aksara Lontara Bugis

Aksara Lontara Bugis

Rabu, 20 April 2011

Apakah Tuhan Menciptakan Kejahatan ?

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?" Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya."
"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.
"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut. Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos. Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata,
"Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?""Tentu saja," jawab si Profesor
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.
Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"
Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara - perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,
"Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih sayang Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Senin, 18 April 2011

Konsep Hidup Orang Bone

PERANAN SIRI SEBAGAI BUDAYA PERKETAT KERUKUNAN BONE
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT BONE
Oleh H.Andi Abd. Rahman Nusu, S.Pd.
Anggota Tim Pakar Budaya Bone
            Semua bangsa yang sedang membangun tidak hanya mengarahkan tujuan kehidupannya pada kesempurnaan dibidang material, akan tetapi juga kepentingan rohaninya yaitu harkat dan martabat, harga diri atau siri. Bagi orang Bone, siri itulah memberi roch penggerak yang kuat untukbersedia hidup, berkorban dan mati demi Bone tercinta. Untuk memahami siri sebagai potensi dari aspek budaya Bone, kita perlu bercermin pada sejarah kebesaran Bone masa lalu, untuk dijadikan pedoman berkarya masa kini menuju masa depan Bone yang cerah gemilang.
INDIKATOR SIRI SEBAGAI VARIABEL POTENSI BUDAYA BONE
YANG AKAN DIKAJI (DIUKUR)

A.  ORANG BONE BERSEDIA HIDUP
Sikap hidup orang Bone warisan moral leluhur yang perlu dikaji :
1.    Dinamis aktif tumbuh berkembang, ulet, tangguh, tekun, berusaha, rajin bekerja, haram surut mundur pantang sebelum pulau idaman tercapai. Materi perlu namun harga diri diatas segalanya. Barang siapa yang malas, akan bodoh dan miskin akan terjerumus ke lembah budak atau ata. Prinsip hidup leluhur atau To Riolo, untuk tidak menjadi budak atau ata, harus rajin bekerja.
Dipesan dalam bahasa Bugis sebagai berikut :
MUCAU RESOKA   (kau ungguli saya dalam usaha)
MUCAU ANREKA   (kau ungguli saya dalam rejeki)
MUCAU ANREKA   (kau ungguli saya dalam rejeki)
MUPUATAKA          (kau akan perintah perbudak saya)
2.    Orang Bone merasa senasib, sependeritaan, dan saling kasih mengasihi antara sesame dalam hidup ini (SI ANRASA RASANG NA SIAMASE MASEI). Ini adalah perekat kerukunan.
3.    Orang Bone hidup saling mengembirakan,. Ia turut merasakan dalam suka atau duka (SIPAKARIO-RIO). Ini adalah perekat kerukunan.
4.    Orang Bone bersifat sosial pemurah, tidak saling menyayangi harta benda dalam batas-batas yang layak (TENG SICARINNAIYANG WARANGMPARANG ANGKANNA SITINAJAE). Ini adalah perekat kerukunan.
5.    Saling mengingatkan ke hal yang baik (SIPAKAINGE RIGAU MEDECENGNGE). Ini adalah perekat kerukunan.
6.    Saling maaf memaafkan dalam kesalahan. Maaf adalah perhiasan yang paling indah dalam hidup ini,  dan pintu reaeki dari ALLAH (SIADDAMPENGENG PULANAE). Ini adalah perekat kerukunan.
7.    Mangkau melindungi nyawa dan harta benda orang Bone dengan Pengadereng. Tidak tidur matanya mangkau, siang dan malam memikirkan kebaikan Negerinya Bone. Bukan kepentingan dirinya sendiri(NAKKAMASENG-NGI TAU MAEGANA) Ini adalah perekat kerukunan, menarik penggabungan Negara tetangga ke Bone. Tidak boleh ada aniaya dalam pagar adat Bone.
8.    Orang Bone, TO BONE (TOKESSING ALUSU) halus ahlak budi pekertinya (MALEBBII). Ia malu berbuat, bertingkah yang memalukan. Tak ada lagi gunanya hidup, bila rasa malu telah hilang atau ternodai. Ini adalah nilai nominal To Bone yang menarik simpati sehingga banyak teman.
B.  ORANG BONE BERSEDIA BERKORBAN
Telah tumbuh subur cinta kasihku kepada tanah leluhurku, Tanah Bangkal Bone yang keramat, sukar untuk berubah kecuali siput sawah telah bersayap kemudian terbang bagaikan pipit, baru mungkin rasa cintaku kepada Bone akan bergeser ke sudut yang lain. Berkorban apa saja, harta atupun nyawa demi Bone tercinta aku rela. Aku adalah orang Bone patriot, cinta Tanah Air, Abdi Negara, Abdi Bone (ATA MEMENG-NGA RI BONE). Aku bekerja dengan ikhlas bakti demi kebesaran dan kehormatan Bone. Aku tidak memikirkan harta benda apalagi uang, pangkat, atau jabatan. Kalau aku dipanggil baru menyahut, kalau aku disuruh baru memasang kuda-kuda berlutut bertanggungjawab sampai kepinggir langit, malu meninggalkan pekerjaan kalau belum selesai dengan baik. Uang atau harta memang perlu, namun satu yang setia lebih baik dari seribu yang durhaka, karena harga diri atau siri di atas segala-galanya. Wasiat To Riolo mengatakan : TARONA SIABBEBUKENG MANUKKU, SIAKKALOLOKENG ASUKKU, TAROI TELLENG LINOE, NAELO, LLARA PESONAKU RI MASAGALAE (ALLAH TALA), TANREREI ARAJANG MALEBBINA BONE.
Dengan sikap hidup orang bone. Sejati. Terkesan wasiat (TODDO PULI TELLARA, SINGKERU SILARIANG TEDDENG PABBUNGANNA) budaya leluhur (To Riolo) Bone mengatakan dalam bahasa Bugis (REKKUA TAKKALANI MALLEBBA SOMPE-MU MAKKANRE TONI GULING-MU MAUNO NAWUTTU ANGING MASSULILI MAKASSU-ASU, TAROI MARETTO PALLAJARENG-MU, MARUNRUNG MARUTTUNG SOMPE-MU, MALEBBIREKKO SABU RI TANGNGA DOLANGENG, NAELO GUNCIRI SORO MAPPOTTANANG, SANGADINNA TABBUTUPI RUPAMMU RI WIRINNA BETARAE).
C.  ORANG BONE BERSEDIA MATI
            Prinsip hidup orang Bone, hanya rasa malu hilang ternodai, maka lebih baik tidur di bawah tanah. Dalam budaya Bugis, leluhur mengajarkan (SIRIMI RIONRONG RI LINO-REKKUA TABBE SIRINI, MALEBBIRENNI RI AWANA TANAE RI ONROI). REKKUA NAPAMMALING-MALINGNI LINO, MABBOKO RI BONE, NATERI WARAMPARANG, AJU TABU’NI ASENGNA, NYAWA NARANRENG SUNGE NAKIRA-KIRA.
            Puang-Ta Arung Palakka mengatakan : ATA MEMENGNGA RI BONE artinya SAYA ADALAH ABDI yakni orang yang bersedia hidup, berkorban, dan mati demi Bone. Ia berjuang memanusiakan orang Bone dan Soppeng dari penjajahan kemanusiaan. Ia berhasil mempersatukan  Budaya Tanah Bugis (Sulawesi Selatan) melalui strategi politik perkawinan. Olehnya itu, tentang Budaya Tanah Bugis. Bone adalah standar (Latoa, 1985 : 6-74)
            Semangat patriot (Cinta Tana Bone) dan heroism (rela berkorban, rela mati, demi Bone) bergelora menyala di dada putra Puang-Ta Lapawawoi Karaeng Sigeri (Mangkau Bone ke-31) yaitu Andi Abd. Hamid Baso Pagilingi, Petta Ponggawae dalam Perang Bone melawan Belanda yang di kenal Rumpa’na Bone 1905. Maka lahirlah Sumpah atau Osong bahasa Bugis ITAWA MAI PONRATU ALLINGERENG MANGKAU’KU, TELLUI SIA KUTODDO PULI TELLARA :
1)      ATA MEMENGNGA RI BONE
2)      TAJAJIANGNGA RI PERI-NYAMENNA BONE
3)      TA ALASIKKA MANGKAU RI TENGNGA PADANG, MEWAI SIPOBALI LAPUTE MATA BALANDAE, PATOKKONGNGI SORONG PESSINNA BONE

4)      REKKO NAPASOROKA LAPUTE MATA BALANDAE RI ALAUNA  LONA, INANG KUPASANGMANENENNI SAMPU PUTE MALLONJO’KU KUPADDENGNGI-I SUNGE’KU MATTEKKA RI PAMMASSARENG.

Osong patriot, herois ini dalam bahasa Indonesia mengatakan :
DARAH BOLEH BERSIMBAH DI PUNGGUNG BUMI TANAH BANGKALA BONE YANG KERAMAT.
NYAWA BOLEH MELAYANG.
TULANG BELULANG BOLEH BERSERAKAN.
LEBIH BAIK MATI BERKALANG TANAH BONE.
DARIPADA HIDUP DI JAJAH (DI POATA) BERCERMIN BANGKAI TO BONE.
(POLO PA, POLO PANNI, MATE RI SANTANGI-KA MABBALU-I ARAJANG MALEBBINA TANA AMMEMANGEKU BONE UPOREN-REANGI-E)
      Bumi berputar, jaman berganti, seirama matahari terbit dari timur terbenam di barat, membuat bunga-bunga mekar kemudian layu dan jatuh. Itulah dinamika dan romantika hidup di dunia, semua dapat berubah. Tetapi semangat Jiwa Patriot, Herois To Bone, Semangat Siri bersedia Hidup, Berkorban, dan mati demi Bone tercinta, pantang, tidak boleh, kualat bila dirobah.
      Olehnya itu kami sebagai generasi Bone penerus perjuangan pembangunan, pembangunan nasional, pembangunan Bone seutuhnya. Harus menggelora di dada Semangat Siri warisan budaya leluhur sebagai cermin dari sejarah kebesaran Bone, untuk dijadikan pedoman menentukan arah tujuan perjuangan pembangunan Bone seutuhnya kedepan, demi kesejahteraan, kemakmuran, keselamatan nyawa dan harta benda rakyat Bone tercinta.
      Tidak boleh ada aniaya dalam pagar adat Bone. Ditolak oleh pengadereng keberadaannya sebagai ata ri Bone. Terkutuk sampai anak cucu. Dalam bahasa leluhur (TO RIOLO BONE) menyatakan PUPURU – KO SAREKAWA MUALLA MAILI MUAKATENI MARUNRUNG TEMMOMPO TEMMACOLLI-KO LATTU RI WIJA-WIJAMMU.

Watampone, 1 November 2006   

ATA LALLINRANG-NGE RI SALIWENG MPANUA
MABBUMPUNG RITANA ALAU
KONAWEI / KENDARI
SULAWESI TENGGARA

Anggota Tim Pakar Aspek Budaya Bone


H. Andi Abd. Rahman Nusu, S.Pd.

10 Ciri Kepemimpinan Raja Bangsa Bugis

1.Mempunyai watak BUMI,  yaitu  seorang pemimpin hendaknya mampu melihat jauh ke depan, berwatak murah hati, suka beramal, dan  senantiasa berusaha untuk tidak  mengecewakan kepercayaan rakyatnya

2.Mempunyai watak LANGIT, yaitu langit mempunyai keluasan yang  tak terbatas hingga mampu menampung apa saja yg datang  padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan  pengendalikan diri yang  kuat, sehingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam

3.Mempunyai watak BINTANG, yaitu bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit sehingga dapat menjadi pedoman arah (Kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.

4.Mempunyai watak MATAHARI, yaitu matahari adalah sumber dari segala  kehidupan, yang membuat semua mahluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya utk membangun negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat  berkarya dan memamfaatkan cipta, rasa, dan karsanya.

5.Mempunyai watak BULAN, yaitu keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan malam dan menumbuhkan harapan sejuk yang indah mempesona. Seorang pemimpin hendaknya sanggup dan dapat memberikan dorongan dan mampu membangkitkan semangat rakyatnya, ketika rakyat sedang  menderita kesulitan. Ketika rakyatnya sedang susah maka pemimpin harus berada di depan dan ketika rakyatnya senang pemimpin berada di belakang.

6.Mempunyai watak ANGIN, yaitu angin selalu berada disegala tempat tanpa   membedakan daratan tinggi dan  daratan rendah ataupun ngarai. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyatnya, tanpa membedakan derajat dan  martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan & keinginan rakyatnya.

7.Mempunyai watak API, yaitu api mempunyai kemampuan untuk  membakar  habis dan menghancurleburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara  tegas dan  tuntas tanpa pandang bulu.

8.Mempunyai watak TANAH, yaitu tanah merupakan dasar berpijak dan rela dirinya ditumbuhi. Seorang pemimpin harus menjadikan dirinya penyubur kehidupan rakyatnya dan tidak tidur memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

9.Mempunyai watak SAMUDRA, yaitu laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai  permukaan yg rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada  derajat dan  martabat yang  sama di hatinya. Dengan  demikian ia dapat berlaku adil, bijaksana dan  penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.

10.Mempunyai watak RUMAH, yaitu rumah senantiasa menyiapkan dirinya dijadikan sebagai tempat berteduh baik malam maupun malam. Seorang pemimpin harus memayungi dan melindungi seluruh rakyatnya.

Minggu, 17 April 2011

Struktur Anggota Keluarga Orang Bugis

Anggota siajing maréppé didasarkan atas dua jalur, yaitu réppé maréppé yaitu keanggotaan yang didasarkan atas
hubungan darah, dan siteppang maréppé (sompung lolo) yaitu keanggotaan didasarkan tas hubungan perkawinan.
(Makkulau, 2006)
Adapun anggota keluarga yang tergolong réppé maréppé yaitu:
1. Iyya, Saya (yang bersangkutan)
2. Indo’ (ibu kandung iyya)
3. Ambo’ (ayah kandung iyya)
4. Nene’ (nenek kandung Iyya baik dari pihak ibu maupun dari ayah
5. Lato’ (kakek kandung Iyya baik dari ibu maupun dari ayah)
6. Silisureng makkunrai (saudara kandung perempuan Iyya )
7. Silisureng woroané (saudara laki-laki iyya)
8. Ana’ (anak kandung iyya)
9. Anauré (keponakan kandung iyya)
10. Amauré (paman kandung iyya)
11. Eppo (cucu kandung iyya)
12. Inauré / amauré makkunrai (bibi kandung iyya)
Sedangkan anggota keluarga yang termasuk siteppang maréppé yaitu :
1. Baine atau indo’ ‘ana’na (istri iyya)
2. Matua (ibu ayah/ kandung istri)
3. Ipa woroané (saudara laki-laki istri iyya)
4. Ipa makkunrai (saudara kandung perempuan istri iyya)
5. Manéttu (menantu, istri atau suami dari anak kandung iyya)

Serba Serbi Badik Bugis

Dimata orang Bugis, Badik atau dalam bahasa bugis disebut Kawali bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri, namun setiap jenis badik dipercaya memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat mempengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
Sejak ratusan tahun silam, badik dipandang sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Kawali orang Bugis pada umumnya memiliki bessi atau bilah yang pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, disamping itu ada juga kawali dari bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan.
Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor pertanian.
Kawali Lade’ nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya. Badik ini memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki motif berbentuk gala pada pangkalnya.
Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat (ure‘) yang membujur dari pangkal ke ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya harus memiliki Kawali Lasabbara.
Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai sebagai senjata yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi.Badik ini memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya. Sementara itu, bagi yang menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya memiliki Kawali Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan oval pada bagian ujungnya ini dipercaya dapat membangkitkan sifat pantang mundur bagi pemiliknya dalam setiap pertempuran.
Bila dipercaya terdapat badik yang mengandung kebaikan, demikian pun sebaliknya terdapat badik yang mengandung kesialan. Kawali Lasukku Ja’na adalah badik yang dianggap amat buruk. Bagi siapapun, Kawali Latemmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya. Menurut kepercayaan, pemilik badik ini tidak akan melakukan perlawanan kendati ditampar oleh orang lain.
Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik badik seperti ini seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.
Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah badik, badik tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri seseorang, terutama bagi kaum lelaki. Seperti kata orang Bugis mengenai badik “Taniya ugi narekko de’na punnai kawali” (Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik).
Badik/kawali bagi masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai kedudukan yang tinggi. Badik/kawali bukan hanya berfungsi sekedar sebagai senjata tikam, melainkan juga melambangkan status, pribadi dan karakter pembawanya. Kebiasaan membawa Badik/kawali dikalangan masyarakat terutama suku bugis dan Makassar merupakan pemandangan yang lazim ditemui sampai saat ini. Kebiasaan tersebut bukanlah mencerminkan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan khususnya suku bugis dan makassar adalah masyarakat yang gemar berperang atau suka mencari keributan melainkan lebih menekankan pada makna simbolik yang terdapat pada Badik/kawali tersebut.
Pentingnya kedudukan Badik/kawali di kalangan masyarakat bugis dan makassar membuat masyarakat berusaha membuat/mendapatkan badik yang istimewa baik dari segi pembuatan, bahan baku, pamor maupun sisi’ (tuah) yang dipercaya dapat memberikan energi positif bagi siapa saja yang memiliki atau membawanya.
Badik/kawali yang bagus/istimewa dapat dilihat dari beberapa unsur, yakni:
a. Dari segi fisik Badik/kawali dapat dilihat:
Bahan bakunya terbuat dari besi dan baja pilihan biasanya mengandung meteorit dan ringan. Wilayah Sulawesi Selatan sejak zaman dahulu terkenal dengan besi luwu yang berkualitas tinggi.
Pamor;ragam pamor pada Badik/kawali lebih sederhana dari dari keris jawa biasanya terdiri dari jenis pamor kurrisi, laso ancale, parinring, bunga pejje, maddaung ase, kuribojo, tebajampu, timpa laja dan balo pakki.
b. Segi sisi’(tuah)/mistik antara lain:
  1. Uleng puleng dan battu lappa; sebenarnya merupakan kandungan meteorit. Bagi sebagian orang percaya Badik/kawali yang mempunyai ulengpuleng(kalau kecil)/battu lappa (kalau besar) akan membawa kebaikan pada pemiliknya baik berupa kemudakan rezki, karisma, maupun peningkatan karir. Posisi ulengpuleng/battulappa yang dicari adalah yang terletak dipunggung badik kira-kira berjarak 5 cm dari hulu/pangulu karena dipercaya akan memudahkan rezki dan karir. Badik/kawali yang memiliki ulengpuleng dan battulappa juga dipercaya dapat menghindari gangguan mahluk halus, sihir dan tolak bala.
  2. Mabelesse; adalah retakan di atas punggung Badik/kawali sehingga seakan-akan Badik/kawali tersebut akan terbelah dua. Badik seperti ini dipercaya akan memudahkan rezki bagi pemiliknya sehingga banyak dicari oleh yang berprofesi sebagai pedagang.
  3. Sumpang buaja; sama seperti mabelesse Cuma retakannya pada bilah dekat ujung Badik/kawali. Tuahnya sama seperti mabelesse namun yang dicari yang letaknya pada bilah sebelah kanan dekat ujung Badik/kawali.
  4. Ure tuo; adalah garis yang muncul pada bilah Badik/kawali. Yang dicari adalah yang tidak terputus-putus, kalau letaknya dipunggung Badik/kawali dan tidak terputus dari hulu sampai ujung tuahnya membuat sang pemilik disegani dan dituruti semua perkataannya, kalau melingkar ke atas dari bilah ke bilah sebelahnya seperti badik luwu sambang maka tuahnya untuk melindungi pemiliknya dari malapetaka dan kalau turun ke baja maka untuk memudahkan rezki.
  5. Tolongeng; adalah lubang pada punggung Badik/kawali yang tembus ke bawah terletak dekat hulu/pangulu sehingga kalau dilihat seakan seperti teropong. Pada zaman dahulu sebelum berangkat perang biasanya panglima perang meneropong pasukannya melalui Badik/kawali tolongeng.
  6. Sippa’sikadong; adalah retakan pada tengah bilah Badik/kawali dari punggung Badik/kawali. Tuahnya adalah membuat pemiliknya disenangi oleh siapa saja yang melihatnya. Pada zaman dahulu apabila ada seseorang akan melamar gadis, maka utusan dari laki-laki akan membawa Badik/kawali sippa’sikadong yang bertujuan agar memudahkan lamarannya diterima pihak perempuan
  7. Pamussa’; adalah upaya memperkuat daya magis Badik/kawali yang diletakan dalam hulu/pangulu Badik/kawali. Biasanya dengan menggunakan bahan-bahan tertentu tergantung akan digunakan untuk apa Badik/kawali yang akan di beri pamussa.
  8. Pangulu; di kalangan masyarakat bugis Bone berkembang suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sebagian orang yang mampu membuat pihak lawan tidak mampu mencabut Badik/kawali ketika akan digunakan, ilmu ini dikenal dengan istilah pakuraga/pabinrung. Pangulu yang caredo (terbelah/atau memiliki mata) secara alami dipercaya mampu mengatasi orang yang memiliki ilmu tersebut.
Demikian sekilas mengenai mistik di sekitar badik, tulisan ini tidak bermaksud mengajarkan kita untuk menjadi musyrik kepada Allah SWT, tetapi lebih untuk mengenal kebudayaan masyarakat bugis.